Follow Us @soratemplates

Sabtu, 31 Maret 2018

Jangan sampai kita termasuk orang 'PLAYING VICTIM'



sumber foto: universal.org

Ketika kesulitan datang, pernah nggak sih kita merasa seakan-akan dunia ini nggak adil sama kita? Atau, ketika seseorang membuat kita kecewa, kita merasa patut menerima permintaan maaf karena menurut kita orang itu udah berbuat salah? Hati-hati, cara berpikir seperti itu bisa jadi mengindikasikan kita punya mental playing victim, alias memainkan peran sebagai korban.
Seseorang yang punya mental playing victim nggak hanya membuat orang lain selalu merasa bersalah, tetapi juga memberi dampak buruk buat diri sendiri. Menjadi seseorang yang playing victim berarti membiarkan diri kita memendam dendam kepada orang lain dan tenggelam dalam rasa dendam itu tanpa mendapat solusi.


CIRI-CIRI ORANG YANG SUKA PLAYING VICTIM
Nggak semua orang sadar kalo mereka punya kebiasaan playing victim ketika menghadapi suatu masalah. Oleh karena itu, ada baiknya kita breakdown dulu ciri-ciri seseorang yang suka playing victim buat tahu apakah kita termasuk salah satunya atau nggak.
·         Suka Menghakimi Kesalahan Orang Lain.
   Ciri paling umum dari seseorang yang suka playing victim adalah sering menghakimi tiap kali terlibat dalam suatu masalah dengan orang lain. Baginya, pasti ada pihak yang salah dan pihak yang nggak salah dalam setiap masalah. Who is wrong is matter for them. Pihak yang bersalah harus meminta maaf kepada yang nggak bersalah dan berjanji nggak akan melakukan kesalahan yang sama. Padahal, dalam suatu masalah, siapa yang bersalah menjadi nggak relevan ketika kedua belah pihak mampu saling terbuka terhadap perspektif yang berbeda-beda.

·         Sering Berpikir, ‘Ini Nggak Seharusnya Terjadi’. Ketika seseorang dengan mental playing victim menghadapi masalah yang lebih sulit, mereka seringkali menyalahkan keadaan atas apa yang mereka alami. Dengan menyalahkan keadaan, perasaan mereka memang akan lebih baik. Tapi, kebiasaan menyalahkan keadaan membuat mereka nggak mampu menganalisis situasi untuk kemudian mendapat solusi dari apa yang mereka hadapi.

·         Punya Kecenderungan ‘Takut Dikecewakan’. Ada dua kategori orang yang berkomitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Pertama, orang yang punya kecenderungan ‘takut mengecewakan’. Kedua, orang yang punya kecenderungan ‘takut dikecewakan’. Ketika masalah yang melibatkan komitmen tersebut menimpa mereka, orang yang ‘takut mengecewakan’ akan melakukan refleksi terhadap dirinya sendiri dan melihat apakah mereka sudah cukup kuat menjalani komitmen itu. Sebaliknya, orang yang ‘takut dikecewakan’ akan berekspektasi tinggi terhadap komitmen yang dia jalani. Sehingga, ketika ada masalah yang melibatkan komitmen tersebut, dia akan terlebih dahulu menanyakan seberapa kuat komitmen orang lain. Dia merasa udah all out buat menjalani komitmen itu, sehingga dia berekspektasi orang lain melakukan hal yang sama.

·         Memegang Prinsip ‘Semua Hal itu Harus Adil’. Bagi seseorang yang suka playing victim, semua hal itu harus adil. Ketika kita sayang banget dan rela melakukan banyak hal demi pacar atau sahabat, mereka pun harus melakukan sebaliknya. Ketika kita memberi hadiah pada hari ulang tahun orang tersayang, maka kita juga harus mendapat hadiah pada hari ulang tahun kita.  Kalo kita nggak menerima timbal balik atas apa yang kita lakukan, maka kita akan merasa nggak adil dan menyalahkan orang lain. Padahal, kasih sayang bukan soal adil dan nggak adil, bukan? 

·         Cenderung Percaya sama Keberuntungan. Bagi beberapa orang yang suka playing victim, banyak orang yang hidupnya penuh keberuntungan. Sebaliknya, mereka lebih sering merasa nggak beruntung tiap kali nggak berhasil mencapai sesuatu. Padahal kita semua tahu, tidak ada yang namanya murni keberuntungan di muka bumi ini. Kalaupun ada, pasti beriringan sama usaha yang sudah dilakukan. Orang yang suka playing victim kerap kali nggak sadar kalo percaya pada ketidakberuntungan sama dengan menyalahkan keadaan.


CARA KELUAR DARI KEBIASAAN PLAYING VICTIM 
Hal yang paling menyebalkan dari seseorang yang suka playing victim adalah kemampuannya membuat orang lain merasa bersalah dan nggak nyaman. Akibatnya, orang lain yang pernah dijadikan ‘pelaku’ oleh si victim akan merasa takut kalau-kalau suatu saat dia kembali melakukan kesalahan. Nah, setelah memahami ciri-ciri tersebut dan sadar kalo ternyata kita pernah atau sering ber-playing victim, lantas apa yang harus kita lakukan?

·         Sadar kalo Perasaan Nggak Butuh Penghakiman. Ketika kita merasa kecewa, kita nggak butuh penghakiman atas siapa yang bertanggung jawab terhadap perasaan kecewa tersebut. Nggak ada gunanya menghakimi siapa yang salah dan nggak salah dari suatu masalah. Soalnya, perasaan kecewa kita sama sekali nggak akan mereda hanya karena kita mendapat pengakuan salah dari orang lain. Nggak ada salahnya juga meminta maaf duluan ketika terlibat suatu masalah, nggak peduli siapa pihak yang salah. Dengan meminta maaf duluan, kita memancing kedua belah pihak buat sama-sama introspeksi diri.

·         Sadar kalo Keberuntungan Hanya Faktor Nomor Sekian. Nggak ada yang namanya keberuntungan di dunia ini, kecuali atas usaha yang udah dilakukan sebelumnya. Begitu juga dengan ketidakberuntungan. Ketika kita mengalami hal yang buruk, bukan berarti kita lagi nggak beruntung. Semesta bukannya nggak berpihak sama kita. Kita harus sadar, sesungguhnya semesta nggak berpihak pada siapa pun.

·         Jangan Denial sama Perasan Kita Sendiri, Ekspresiin! Menyalahkan orang lain atas masalah yang menimpa kita adalah ciri-ciri kalau kita denial sama perasaan kecewa yang kita rasain. Dengan mendengar pengakuan salah, kita yakin perasaan kita akan sedikit lebih lega. Padahal, hal terbaik untuk melegakkan perasaan adalah mengekspresikan perasaan itu sendiri. Ungkapkan kalau kita kecewa dan ungkapkan cerita dari perspektif kita dengan pikiran terbuka. Dengan begitulah kita bisa mendengar sudut pandang dan penjelasan dari pihak yang kita anggap ‘salah’ tersebut.

·         Pikirkan Cara Menghilangkan Perasaan Kecewa Itu. Setelah mengekspresikannya, pikirkan cara terbaik buat meminimalisir perasaan kecewa tersebut selain dengan playing victim. Entah itu dengan meminta pihak yang lagi terlibat masalah sama kita buat nggak mengulangi hal yang nggak kita sukai, menjelaskan dengan baik-baik mengapa kita nggak menyukai hal tersebut, atau hang out sama pihak tersebut sebagai upaya bonding dan rekonsiliasi hubungan. Selain meminimalisir perasaan kecewa, cara-cara ini juga bisa mencegah supaya kita nggak mengalami kekecewaan yang sama di kemudian hari.


MENGHADAPI TEMEN YANG PLAYING VICTIM
Dari ciri-ciri yang disebutin sebelumnya, kita jadi tahu kalo ternyata kita bukan termasuk orang yang suka playing victim. Tapi, ada salah satu atau beberapa temen kita yang sering cocok dengan ciri-ciri tersebut. Mereka membuat kita merasa bersalah dan sangat-sangat nggak enak sama mereka. Akibatnya, kita jadi malas bergaul dengan mereka karena mereka sering banget membuat kita merasa menjadi orang jahat yang sering membuat mereka kecewa.
Kalo kita punya temen kayak gini, hal utama yang perlu kita lakukan adalah jangan berlarut-larut dengan rasa bersalah kita. Tentu kita tetep harus minta maaf ketika kita terlibat masalah dengan orang yang playing victim, tetapi setelah itu lupakan dan jangan ulangi kesalahan yang sama. Hal kedua yang harus kita lakuin adalah ungkapin sama temen kita itu kalau playing victim membuat kita merasa nggak nyaman, terlebih kalau kita udah minta maaf pada kesalahan yang udah kita lakukan. Ketiga, kalau masalah temen kita itu bener-bener berat, jangan mengiyakan ucapannya ketika dia bilang ‘hidup ini nggak adil!’ atau bertanya ‘apa salahku?’. Sebaliknya, kita bantu dia mengurai masalah dan mencari solusinya.

Sumber: 
http://www.gogirl.id/news/life/hati-hati-jangan-sampe-kita-termasuk-orang-yang-playing-victim-k43821.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar