Follow Us @soratemplates

Senin, 02 April 2018

Korupsi-Korupsi kecil yang sering kita lakukan tanpa sadar

April 02, 2018 0 Comments



sumber foto: shutterstock
Apa yang terlintas di pikiran kita ketika ngedenger kata korupsi? Tentu hal-hal yang berhubungan dengan kejahatan, merampas hak milik orang lain, sama ketidakadilan. Pelakunya, koruptor, identik sama kata ‘tikus’ sejak lagu Tikus-Tikus Kantor dipopulerin sama Iwan Fals. Alesannya, tikus adalah hewan kotor dan perusak, sekaligus jadi hama buat para petani. Belum lagi, belakangan ini publik sempet dibikin heboh sama kasus korupsi KTP elektronik yang dampaknya bisa kita rasain langsung. 
Sadar nggak sih, wujud korupsi ternyata nggak harus hal-hal sebesar penggelapan uang. Pelakunya pun nggak harus pejabat negara yang punya dampak besar ke masyarakat. Tanpa kita sadarin, jangan-jangan kita juga pernah jadi koruptor di keseharian kita. MY Blog! memetakan korupsi-korupsi kecil apa aja yang pernah kita lakuin biar kita nggak mengulang kesalahan yang sama di masa depan. Simak, yuk!

NYONTEK PAS ULANGAN
sumber gif: giphy
Bentuk korupsi kecil yang sering kita denger di kampanye-kampanye cegah korupsi adalah mencontek. Kedengerannya sepele, karena pada beberapa kasus, mencontek justru dianggap sebagai hal lumrah dengan mengatasnamakan solidaritas. Tapi, di balik perilaku mencontek, ada waktu, pikiran, skill, dan tenaga orang lain yang kita korupsi. Nantinya, nilai yang kita dapetin punya value yang sama dengan memakai uang rakyat hasil dikorupsi buat memuhi kebutuhan pribadi.

MENGUTIP TANPA MENCANTUMKAN SUMBER
sumber gif: giphy
Dalam kaidah bahasa Indonesia, pengutipan punya metodenya dan tekniknya tersendiri. Kita wajib mempelajari ini saat mengutip karya orang lain buat kepentingan kita sendiri. Sebagai contoh, kita butuh pernyataan orang lain, cuplikan teori, atau potongan adegan dalam suatu karya fiksi buat dicantumin di tugas makalah kita. Kalo kita nggak nyantumin sumber utamanya, kita sama aja kayak plagiator yang mengakui suatu karya sebagai karya kita. Bukankah itu artinya kita udah mengorupsi buah pemikiran orang lain?

TELAT DATANG PAS JANJIAN
sumber gif: giphy
Jangan remehin pepatah ‘waktu adalah uang’, terutama kalo janjian sama temen di suatu tempat. Apalagi kalo janjiannya dibuat dengan tujuan ngobrolin project kelompok yang lagi digarap. Ketika kita datang telat, kita udah mengorupsi waktu yang dibuang orang lain buat nungguin kita. Bayangin, orang itu bisa aja menghasilkan sesuatu yang produktif selama masa tunggu. Hal produktif yang dia lakuin itu bisa jadi merupakan sesuatu yang menghasilkan uang, iya nggak?

MINJEM UANG TAPI NGGAK DIBALIKIN
sumber gif: giphy
Kalo minjem uang dalam jumlah besar, mungkin kita nggak mungkin nggak mengembalikan uang tersebut ke temen kita. Tapi, kalo kita minjemnya dalam jumlah kecil, kita pasti bakal nganggep itu sebagai hal yang lumrah dan biasa. Misalnya, kita terpaksa minjem uang pecahan seribuan ketika di dompet kita cuma ada uang dalam pecahan besar. Karena cuma seribu, temen kita pun ngerasa nggak enak nagih utang kita. Tapi, coba deh inget-inget seberapa sering kita minjem uang recehan ke temen-temen kita. Kalo semua jumlahnya dikumpulin, mungkin cukup buat beli mie bakso satu porsi.

MINJEM BARANG TAPI NGGAK DIBALIKIN
Suatu hari, kita kepaksa minjem barang ke temen, entah itu buku, pulpen, gunting, flashdisk atau baju. Tapi, karena satu dan lain hal, kita kepaksa harus nunda ngembaliin barang yang kita pinjem tersebut. Saking lamanya nunda, kita sampe lupa mengembalikan barang itu ke temen kita. Ditambah lagi temen kita pun nggak kunjung nagih barang tersebut ke kita, entah karena merasa gengsi atau nggak enak. Lama kelamaan, barang tersebut seolah-olah jadi hak milik kita. Padahal, kita nggak pernah tau cerita di balik kepemilikan barang tersebut. Bisa jadi temen kita udah nabung susah payah buat mendapatkan barang tersebut, atau barang tersebut nyimpen kenangan tersendiri buat dia. Kalo kita nggak mengembalikan , bukankah itu artinya kita udah korupsi dari dia?

MENGANTONGI UANG LEBIH DARI ORANG TUA
sumber gif: giphy
Pas kita keluar rumah, kita dititipin suatu barang sama orang tua. Setelah barang tersebut kita beli, ternyata masih ada sisa dari uang yang dititpin orang tua. Karena jumlahnya nggak banyak, kadang tangan kita suka gatel buat make atau nyimpen uang tersebut. Ya, itung-itung jadi upah kita, deh. Sebenernya tindakan ini nggak salah selama kita bilang jujur ke orang tua kalo uang sisanya kita pake. Tapi, kalo kita nggak bilang bukannya tindakan ini jadi sama kayak ‘memanipulasi’ harga barang titipan tersebut?

BIKIN PROJECT TAPI NGGAK DISELESAIIN
sumber gif: giphy
Ini adalah penyakit yang biasanya dialamin anak-anak muda kreatif zaman sekarang. Punya ide bagus buat menjalankan suatu project, udah merekrut banyak temen buat jadi partner, perencanaan udah mateng, eksekusi udah lebih dari 50%, tapi pada akhirnya project tersebut malah nggak selesai. Project yang dimaksud di sini bisa project sosial, project berkarya, atau bahkan project usaha. ‘Selesai’nya si project ini pun nggak terjadi atas kesepakatan bersama, melainkan alesan-alesan yang sebenernya nggak bisa ditolerir: anggota kelompok yang nggak solid atau jadwal yang susah disamain. Kalo diakumulasiin, kira-kira udah berapa banyak tenaga, pikiran, dan uang yang terbuang percuma kalo kita nyerah sama group project semacam ini?

sumber:
http://www.gogirl.id/news/life/korupsi-korupsi-kecil-yang-seringkali-nggak-kita-sadarin-x68143.html


Sudahkah Kita Berpikir Dua Kali Sebelum Posting di Media Sosial?

April 02, 2018 0 Comments

sumber foto: careythetorch.com
Sangking deketnya hidup kita dengan media sosial (medsos), platform ini udah kayak dunia kedua kita, ya nggak sih? Nggak cuma sebagai tempat curhat dan berbagi kegiatan sehari-hari, medsos juga  jadi tempat kita menjalin komunikasi, berdebat, bahkan membangun citra diri – terutama sebagai sumber utama berbagi dan mendapatkan informasi. So, penting banget bagi kita buat bijak dalam menggunakan media yang satu ini!
Berdasarkan data terbaru Global Digital Report 2018 yang dirilis oleh WeAreSocial dan Hootsuite (seperti dikutip dari goodnewsfromindonesia.id), jumlah pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 132 juta orang. Artinya, setengah atau bahkan lebih dari 50% penduduk kita udah bisa mengakses internet. Nggak cuma itu, Indonesia juga menempati peringkat keempat dunia dalam hal waktu penggunaan internet, di mana masyarakat Indonesia rata-rata menggunakannya selama 8 jam 51 menit setiap harinya.
As expected, penggunaan internet ternyata didominasi oleh aktivitas bersosialisasi di dunia maya, terbukti dengan jumlah pengguna medsos yang mencapai 3,196 miliar di dunia. Di Indonesia sendiri, 49% pengguna internet dinyatakan memiliki akun medsos. Dalam hal pertumbuhan pengguna medsos, negara kita bahkan berada di peringkat ketiga setelah Filipina dan Brazil, menunjukkan betapa banyaknya pengguna platform ini di Indonesia. Well, kita juga pasti adalah salah satu di antaranya kan?
Sharing is caring, tapi apakah segala sesuatunya perlu kita bagikan di medsos? Selain bijak menerima informasi, kita juga harus bijak dalam menyebar informasi lho. Yuk lanjut baca!
KENAPA KITA HARUS BIJAK DALAM MEMPOSTING KONTEN DI MEDSOS?
Kenapa sih penting bagi kita buat bijak dalam memposting konten di medsos? Ini kan medsos gue, suka-suka gue dong mau share apa? Well, sebenernya jawabannya simplesih: demi kita dan orang-orang di sekitar kita.
Kalo berdasarkan materi yang Gogirl! dapet dari Think Before You Share, kampanye yang diadakan atas kerjasama Facebook dengan Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) Foundation dan Do Something Indonesia, ada tiga dampak yang harus kita pikirkan sebelum memposting atau membagikan postingan orang lain di medsos, yaitu:
1. Dampak terhadap diri kita sendiri;
2. Dampak terhadap pihak yang ada di post dan sekitarnya; dan
3. Dampak terhadap pihak yang posting dan sekitarnya.
Yap, sadar nggak kalo selain berdampak buat kita, postingan yang kita sebarluaskan juga bakal membawa dampak ke orang lain? 
Entah itu subjek yang dibahas dalam postingan kita atau orang yang membaca postingan tersebut. Contohnya, dengan menyebarluaskan berita hoax, kita udah merugikan temen-temen atau followers kita dengan memberikan informasi yang salah ke mereka, ya nggak? Bahkan sebelum itu, pertama-tama kita harus memikirkan dulu dampak postingan tersebut buat kita. Misalnya aja, ketika update status tentang gimana beberapa hari belakangan kita pulang malem terus karena kegiatan organisasi di kampus, kira-kira ada yang bisa menyalahgunakan informasi tersebut nggak ya? Jangan-jangan jadi ada orang jahat yang punya ide buat ngapa-ngapain kita.
Makannya kata Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Gogot Suharwoto ketika hadir di acara Think Before You Share, Selasa, 27 Februari lalu, sebaiknya kita pikir dua kali dulu sebelum posting sesuatu di dunia maya. “Pertama, siapa yang diuntungkan dari postingan kita? Lalu siapa yang dirugikan dari postingan kita?,” kata Pak Gogot. Kita juga harus inget kalo segala informasi yang kita bagikan secara online terikat dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), di mana UU ini udah ‘memakan’ banyak banget korban.
Intinya, most of the time sharing is good. Tapi kalo kita nggak berhati-hati dengan konten yang kita bagikan, kita mungkin banget merugikan orang lain, bahkan diri kita sendiri. Inget juga kalo apa yang kita posting berada di bawah hukum dan bisa lanjut dibagikan oleh orang lain. Makanya penting bagi kita buat berpikir sebelum memposting.
SO, APA YANG HARUS KITA PIKIRKAN SEBELUM POSTING?

Masih merujuk pada materi Think Before You Share yang pada tahun 2017 lalu udah diajarkan ke sekitar 11,000 siswa di lebih dari 100 Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jakartaada dua kunci yang harus kita inget dan terapkan dalam beraktivitas di media sosial yaitu berpikir kritis dan empati. Berpikir kritis adalah proses yang dilakukan secara sadar untuk memaknai sekaligus melakukan evaluasi terhadap sebuah informasi berdasarkan pengalaman, keyakinan, serta kemampuan yang kita miliki. Dengan berpikir kritis, kita bisa membedakan informasi yang bener dan nggak bener, relevan dan nggak relevan, serta fakta atau opini. Sedangkan empati kita butuhkan untuk memahami keadaan orang lain tanpa perlu mengalaminya. Dengan mempertimbangkan dampak postingan kita terhadap orang-orang di sekitar, kita bakal lebih bijak dalam membagikannya.
Berpikir sebelum posting kurang lebih adalah perwujudan dari kedua kunci utama ini. Coba deh  praktikan rumus RT2P di bawah sebelum membagikan apapun di medsos kita:
1. RASAKAN
Pertama-tama, coba rasakan:
·         Apakah postingan ini menarik sehingga orang perlu tau?
·         Kira-kira postingan ini bakal membuat orang senang atau sedih?
·         Apakah orang lain bener-bener harus mengetahui hal tersebut?

2. TAHAN
Eits, tahan dulu! Jangan buru-buru ingin membagikannya bahkan kalo menurut kita postingan tersebut penting untuk diketahui banyak orang. Baca dulu step ke-3.

3. PIKIRKAN
Sebelum membagikan informasi, pastikan:
·         Informasi tersebut benar dan valid;
·         Informasi tersebut berasal dari sumber terpercaya;
·         Informasi tersebut senggaknya berasal dari dua sumber;
·         Tanyakan pada ahli atau pihak yang lebih tau apabila kita masih ragu; dan
·         Pikirkan apa dampaknya kalo kita share post tersebut.
Sedangkan ketika menyebarluaskan hal yang bersifat pribadi, tanyakan pada diri kita sendiri:
·         Apakah kita ingin terlihat seperti ini di hadapan orang lain?
·         Apakah orang lain dapat menggunakan informasi ini untuk menyakiti kita?
·         Apakah kita bakal merasa kecewa kalau orang lain menyebarluaskannya?
·         Apa hal terburuk yang bakal tejadi kalo kita menyebarkan hal ini?


4. PUTUSKAN
In the end, setelah mengetahui kebenaran dan paham betul dampak yang ditimbulkan oleh postingan yang mau kita bagikan, keputusan ada di tangan kita. Kita bebas memilih kok, tapi inget ada tanggung jawab dari setiap pilihan kita. Gogirl! yakin sih kalo kita udah berpikir kritis dan berempati dengan menerapkan step-step di atas, kita pasti bisa mengambil keputusan yang tepat.
Sumber:
http://www.gogirl.id/news/life/sudahkah-kita-berpikir-dua-kali-sebelum-posting-di-media-sosial-l04971.html


Sabtu, 31 Maret 2018

Jangan sampai kita termasuk orang 'PLAYING VICTIM'

Maret 31, 2018 0 Comments


sumber foto: universal.org

Ketika kesulitan datang, pernah nggak sih kita merasa seakan-akan dunia ini nggak adil sama kita? Atau, ketika seseorang membuat kita kecewa, kita merasa patut menerima permintaan maaf karena menurut kita orang itu udah berbuat salah? Hati-hati, cara berpikir seperti itu bisa jadi mengindikasikan kita punya mental playing victim, alias memainkan peran sebagai korban.
Seseorang yang punya mental playing victim nggak hanya membuat orang lain selalu merasa bersalah, tetapi juga memberi dampak buruk buat diri sendiri. Menjadi seseorang yang playing victim berarti membiarkan diri kita memendam dendam kepada orang lain dan tenggelam dalam rasa dendam itu tanpa mendapat solusi.


CIRI-CIRI ORANG YANG SUKA PLAYING VICTIM
Nggak semua orang sadar kalo mereka punya kebiasaan playing victim ketika menghadapi suatu masalah. Oleh karena itu, ada baiknya kita breakdown dulu ciri-ciri seseorang yang suka playing victim buat tahu apakah kita termasuk salah satunya atau nggak.
·         Suka Menghakimi Kesalahan Orang Lain.
   Ciri paling umum dari seseorang yang suka playing victim adalah sering menghakimi tiap kali terlibat dalam suatu masalah dengan orang lain. Baginya, pasti ada pihak yang salah dan pihak yang nggak salah dalam setiap masalah. Who is wrong is matter for them. Pihak yang bersalah harus meminta maaf kepada yang nggak bersalah dan berjanji nggak akan melakukan kesalahan yang sama. Padahal, dalam suatu masalah, siapa yang bersalah menjadi nggak relevan ketika kedua belah pihak mampu saling terbuka terhadap perspektif yang berbeda-beda.

·         Sering Berpikir, ‘Ini Nggak Seharusnya Terjadi’. Ketika seseorang dengan mental playing victim menghadapi masalah yang lebih sulit, mereka seringkali menyalahkan keadaan atas apa yang mereka alami. Dengan menyalahkan keadaan, perasaan mereka memang akan lebih baik. Tapi, kebiasaan menyalahkan keadaan membuat mereka nggak mampu menganalisis situasi untuk kemudian mendapat solusi dari apa yang mereka hadapi.

·         Punya Kecenderungan ‘Takut Dikecewakan’. Ada dua kategori orang yang berkomitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Pertama, orang yang punya kecenderungan ‘takut mengecewakan’. Kedua, orang yang punya kecenderungan ‘takut dikecewakan’. Ketika masalah yang melibatkan komitmen tersebut menimpa mereka, orang yang ‘takut mengecewakan’ akan melakukan refleksi terhadap dirinya sendiri dan melihat apakah mereka sudah cukup kuat menjalani komitmen itu. Sebaliknya, orang yang ‘takut dikecewakan’ akan berekspektasi tinggi terhadap komitmen yang dia jalani. Sehingga, ketika ada masalah yang melibatkan komitmen tersebut, dia akan terlebih dahulu menanyakan seberapa kuat komitmen orang lain. Dia merasa udah all out buat menjalani komitmen itu, sehingga dia berekspektasi orang lain melakukan hal yang sama.

·         Memegang Prinsip ‘Semua Hal itu Harus Adil’. Bagi seseorang yang suka playing victim, semua hal itu harus adil. Ketika kita sayang banget dan rela melakukan banyak hal demi pacar atau sahabat, mereka pun harus melakukan sebaliknya. Ketika kita memberi hadiah pada hari ulang tahun orang tersayang, maka kita juga harus mendapat hadiah pada hari ulang tahun kita.  Kalo kita nggak menerima timbal balik atas apa yang kita lakukan, maka kita akan merasa nggak adil dan menyalahkan orang lain. Padahal, kasih sayang bukan soal adil dan nggak adil, bukan? 

·         Cenderung Percaya sama Keberuntungan. Bagi beberapa orang yang suka playing victim, banyak orang yang hidupnya penuh keberuntungan. Sebaliknya, mereka lebih sering merasa nggak beruntung tiap kali nggak berhasil mencapai sesuatu. Padahal kita semua tahu, tidak ada yang namanya murni keberuntungan di muka bumi ini. Kalaupun ada, pasti beriringan sama usaha yang sudah dilakukan. Orang yang suka playing victim kerap kali nggak sadar kalo percaya pada ketidakberuntungan sama dengan menyalahkan keadaan.


CARA KELUAR DARI KEBIASAAN PLAYING VICTIM 
Hal yang paling menyebalkan dari seseorang yang suka playing victim adalah kemampuannya membuat orang lain merasa bersalah dan nggak nyaman. Akibatnya, orang lain yang pernah dijadikan ‘pelaku’ oleh si victim akan merasa takut kalau-kalau suatu saat dia kembali melakukan kesalahan. Nah, setelah memahami ciri-ciri tersebut dan sadar kalo ternyata kita pernah atau sering ber-playing victim, lantas apa yang harus kita lakukan?

·         Sadar kalo Perasaan Nggak Butuh Penghakiman. Ketika kita merasa kecewa, kita nggak butuh penghakiman atas siapa yang bertanggung jawab terhadap perasaan kecewa tersebut. Nggak ada gunanya menghakimi siapa yang salah dan nggak salah dari suatu masalah. Soalnya, perasaan kecewa kita sama sekali nggak akan mereda hanya karena kita mendapat pengakuan salah dari orang lain. Nggak ada salahnya juga meminta maaf duluan ketika terlibat suatu masalah, nggak peduli siapa pihak yang salah. Dengan meminta maaf duluan, kita memancing kedua belah pihak buat sama-sama introspeksi diri.

·         Sadar kalo Keberuntungan Hanya Faktor Nomor Sekian. Nggak ada yang namanya keberuntungan di dunia ini, kecuali atas usaha yang udah dilakukan sebelumnya. Begitu juga dengan ketidakberuntungan. Ketika kita mengalami hal yang buruk, bukan berarti kita lagi nggak beruntung. Semesta bukannya nggak berpihak sama kita. Kita harus sadar, sesungguhnya semesta nggak berpihak pada siapa pun.

·         Jangan Denial sama Perasan Kita Sendiri, Ekspresiin! Menyalahkan orang lain atas masalah yang menimpa kita adalah ciri-ciri kalau kita denial sama perasaan kecewa yang kita rasain. Dengan mendengar pengakuan salah, kita yakin perasaan kita akan sedikit lebih lega. Padahal, hal terbaik untuk melegakkan perasaan adalah mengekspresikan perasaan itu sendiri. Ungkapkan kalau kita kecewa dan ungkapkan cerita dari perspektif kita dengan pikiran terbuka. Dengan begitulah kita bisa mendengar sudut pandang dan penjelasan dari pihak yang kita anggap ‘salah’ tersebut.

·         Pikirkan Cara Menghilangkan Perasaan Kecewa Itu. Setelah mengekspresikannya, pikirkan cara terbaik buat meminimalisir perasaan kecewa tersebut selain dengan playing victim. Entah itu dengan meminta pihak yang lagi terlibat masalah sama kita buat nggak mengulangi hal yang nggak kita sukai, menjelaskan dengan baik-baik mengapa kita nggak menyukai hal tersebut, atau hang out sama pihak tersebut sebagai upaya bonding dan rekonsiliasi hubungan. Selain meminimalisir perasaan kecewa, cara-cara ini juga bisa mencegah supaya kita nggak mengalami kekecewaan yang sama di kemudian hari.


MENGHADAPI TEMEN YANG PLAYING VICTIM
Dari ciri-ciri yang disebutin sebelumnya, kita jadi tahu kalo ternyata kita bukan termasuk orang yang suka playing victim. Tapi, ada salah satu atau beberapa temen kita yang sering cocok dengan ciri-ciri tersebut. Mereka membuat kita merasa bersalah dan sangat-sangat nggak enak sama mereka. Akibatnya, kita jadi malas bergaul dengan mereka karena mereka sering banget membuat kita merasa menjadi orang jahat yang sering membuat mereka kecewa.
Kalo kita punya temen kayak gini, hal utama yang perlu kita lakukan adalah jangan berlarut-larut dengan rasa bersalah kita. Tentu kita tetep harus minta maaf ketika kita terlibat masalah dengan orang yang playing victim, tetapi setelah itu lupakan dan jangan ulangi kesalahan yang sama. Hal kedua yang harus kita lakuin adalah ungkapin sama temen kita itu kalau playing victim membuat kita merasa nggak nyaman, terlebih kalau kita udah minta maaf pada kesalahan yang udah kita lakukan. Ketiga, kalau masalah temen kita itu bener-bener berat, jangan mengiyakan ucapannya ketika dia bilang ‘hidup ini nggak adil!’ atau bertanya ‘apa salahku?’. Sebaliknya, kita bantu dia mengurai masalah dan mencari solusinya.

Sumber: 
http://www.gogirl.id/news/life/hati-hati-jangan-sampe-kita-termasuk-orang-yang-playing-victim-k43821.html

Kenapa Membicarakan Masalah Dengan Orang Itu Perlu?

Maret 31, 2018 0 Comments

sumber foto: shutterstock

“Be strong enough to stand alone, smart enough to know when you need help, and brave enough to ask for it”. Masalah pasti bakal selalu ada dalam hidup, tapi terkadang kita nggak punya kapasitas buat menanganinya sendirian. Makanya instead of berusaha menyelesaikannya sendirian, Tapi kenapa sih penting bagi kita buat terbuka mengenai masalah yang lagi kita hadapi? Well, tentunya kepada orang-orang yang tepat dan bisa kita percaya ya. Buat yang masih suka memendam perasaan dan masalah sendirian, coba deh simak lima alesan di bawah ini.

1. MERASA LEBIH LEGA
Yes, it’s important to share our feelings and emotion. Masalah hidup udah pasti bakal membuat kita merasa sedih, marah, resah, gelisah, dan perasaan-perasaan negatif lain yang nggak baik buat kita pendem terlalu lama sendirian. Kayak bom waktu, suatu saat nanti kita mungkin banget meledak di mana perasaan negatif yang menumpuk tersebut berakhir menjadi stres, bahkan depresi. Pasti udah pernah denger lah ya kalo memendam emosi tuh nggak cuma bahaya buat kesehatan mental, tapi juga kesehatan fisik kita. That’s why sometimes curhat itu perlu untuk sekedar melepas energi negatif yang ada di diri kita. Dengan menceritakan masalah kita ke orang lain, pada kebanyakan kasus  kita bakal merasa lebih lega – walaupun nggak jarang perasaan lega tersebut cuma bersifat sesaat karena sekedar mengeluhkannya nggak bisa menjadi solusi jangka panjang. Well, gimana tuh maksudnya? Jangan lupa simak poin nomor 4 ya..

2. MERASA NGGAK SENDIRIAN
Ketika lagi membicarakan masalah kita dengan orang lain, terkadang kita menemukan kalo orang yang lagi jadi lawan bicara kita ternyata juga punya (atau pernah) mengalami masalah yang sama dengan kita. Misalnya aja, ternyata nggak cuma kita lho yang lagi galau karena masalah keluarga, sahabat kita yang selama ini diem-diem aja ternyata juga lagi pusing menghadapi pertengkaran orangtuanya di rumah. Mungkin juga orang-orang terdekat kita ini nggak bisa relate sama masalah yang lagi kita ceritain, tapi mereka rela buat jadi pendengar yang sabar buat kita. Hal-hal kayak ginilah yang membuat kita merasa nggak sendirian di dunia, ya nggak? And really, it means a lotketika kita lagi se-nge-down itu.

3. MENCARI SUDUT PANDANG LAIN
Dikutip dari Psychology Todaydepressing thoughts can distort your thinking, and it’s hard to perceive the world correctly during those times. Makannya nggak heran kalo ketika lagi pusing-pusingnya dengan masalah di depan mata, kita seringkali jadi nggak bisa berpikir secara jernih – karena terjebak dalam pemikiran sendiri, kita gagal memandang masalah yang lagi kita hadapi secara objektif. Wellgetting a 360-degree view is impossible when all you can see is what's going wrong. Pada saat-saat kayak ginilah kita perlu bicara dengan orang lain buat mendengar pendapat mereka dan mendapat perspektif/sudut pandang lain yang mungkin nggak terpikirkan oleh kita. Mereka sebagai orang yang berada di luar masalah kemungkinan besar bisa memberikan pendapat yang lebih logis, atau mungkin juga mereka pernah mengalami masalah serupa dan bisa berbagi tentang gimana mereka menanganinya.

4. MENCARI SOLUSI
Masih mengutip Psychology Today, talking about your problem can help shed light on how to get through it. Selain mendapat sudut pandang baru, kita juga bisa mendapat solusi dengan menceritakan masalah kita ke orang lain. Solusi tersebut mungkin nggak bakal pernah kita dapetin kalo kita cuma memikirkan masalah ini sendirian. Malah kalo bisa setiap memutuskan buat curhat, kita memang melakukannya dengan tujuan untuk mencari jalan keluar, bukan sekedar melampiaskan perasaan atau mencari dukungan – karena sebenernya inilah keuntungan terbesar dari sharing masalah kita dengan orang lain. Penting juga bagi kita buat memilih temen curhat yang tepat yaitu mereka yang netral dan bijak tapi juga peduli dan pengen yang terbaik buat kita. It can be our mom, dad, friends, sibilngs, teacher or anyone we trust. 

5. MUNGKIN KITA BUTUH BANTUAN 
Ketika kita udah berusaha sebisa mungkin buat menyelesaikan sebuah masalah but we can’t seems to see the end of the problem, sampe akhirnya kita pasrah bahkan merasa udah nggak ada harapan, pada saat itulah kita sebenernya butuh bantuan orang lain yang bisa menarik kita dari keterpurukan tersebut. Kalo kita udah sampe pada tahap ini, makin penting bagi kita buat angkat bicara dan berusaha reach out. Istilahnhya udah urgent lah. Nggak perlu merasa takut atau malu karena kalo orang-orang terdekat kita emang peduli sama kita, mereka pasti mau bantu kok. Kasus terburuknya, kalo kita ternyata nggak punya keluarga atau temen yang cukup baik dan bisa kita percaya, Gogirl! nggak pernah bosen buat bilang kalo kita bisa banget minta bantuan profesional. Kita bisa minta bantuan psikolog, guru Bimbingan Penyuluhan (BP) di sekolah, atau menggunakan layanan-layanan konseling online. Sebagai profesional, mereka pasti tau apa yang harus dilakukan buat membantu kita, ya nggak? Kalo kata Les Brown, “Ask for help, not because you’re weak, but because you want to remain strong”.
Sumber:
http://www.gogirl.id/news/life/5-alesan-kenapa-membicarakan-masalah-kita-dengan-orang-lain-itu-perlu-d50289.html

7 Cara Efektif Mengatasi Pikiran Negatif Di Kepala Kita

Maret 31, 2018 0 Comments


sumber foto: TopSecretForLife.com

Pikiran-pikiran negatif kayak “aku nggak bisa”, “aku nggak pantes mendapatkannya”, atau “I’m not good enough” seringkali muncul di kepala kita tanpa diundang. Pada saat-saat kayak gini, kebanyakan dari kita bakal pasrah dan membiarkan pikiran negatif tersebut menguasai kita. Padahal ada beberapa cara lho yang bisa kita lakukan buat mengatasinya. Dilansir dari Bustle, ini dia tujuh triknya menurut Psikolog Deborah E. Dyer dan Maria Sirois (P.S. Trik ke-2 dan 5 penting banget buat kita ketahui dan terapkan).

1. ACKNOWLEDGE THE THOUGHT
Daripada berusaha menghilangkannya dari kepala kita (yang biasanya gagal dilakukan), pertama-tama coba deh terima kalo pikiran negatif itu nyata adanya. Pahami juga kalo kita punya kekuatan untuk mengubah pikiran tersebut.

 2. USE THE “DOUBLE STANDARD METHOD”
Pada kebanyakan kasus, kita seringkali lebih keras pada diri kita sendiri daripada kepada orang lain. Yap, we tend to be our own worst critic dan hal ini nggak selamanya baik. Makanya ketika pikiran negatif muncul, coba deh perlakukan diri kita seperti gimana kita memperlakukan sahabat kita. “Most of us judge ourselves very harshly, but are more compassionate toward others dealing with the same issue. Remember, you are important enough to deserve your own compassion,” kata Dyer. Kalo kita bisa baik ke orang lain, masa kita nggak bisa baik ke diri kita sendiri sihDon’t be so hard on yourself guys!

3. TRY THOUGHT STOPPING
Literally bilang “stop” ketika pikiran negatif muncul di kepala kita ternyata bisa membantu lho! Sambil berusaha menghentikan suara tersebut, tarik napas sebanyak tiga kali, lalu bayangkan gambaran yang tenang dan indah sebagai titik fokus kita. Ini adalah tiga step praktis yang biasa Dyer ajarin ke pasien-pasiennya. Cobain deh, barangkali mempan juga di kita!

4. COMBAT WITH POSITIVE AFFIRMATIONS
Selain mencoba memberhentikan pikiran negatif, kita juga bisa mencoba melawannya dengan statement positif tentang diri kita. This is a part of being kinder to yourself yang udah dibahas di poin sebelumnya. Seperti kata Dyer, “By challenging the negative and creating positive emotional strength, you increase both your mood and  your self-respect”.

5. TELL HER THAT SHE CAN’T DRIVE US
Kita udah mencoba kedua cara di atas tapi tetep aja pikiran negatif itu nggak mau pergi? Well, coba trik yang satu ini deh. We can’t always make that pessmistic voice disappear completely, but we can overcome it and not allow it to drive our actionsPerlakukan suara negatif di kepala kita seperti seseorang yang nyata, terus bilang ke dia kalo she can come along for the ride, but she can’t drive the car. “Back seat only. Negativity such as fear worry anger, self-criticism may be a part of out mindset, but they don’t have to be the part that decides where we are to go and what we are to do when we get there kata Sirois. Yap, terkadang pikiran negatif emang nggak bisa serta merta menghilang gitu aja, tapi cara ini membuktikan kalo kita punya power untuk nggak membiarkannya menjadi penentu dari perasaan dan keputusan kita.

6. IMMEDIATELY PAIR IT WITH POSITIVE “AND”
You may also try this tips! Ketika pikiran negatif muncul di kepala kita, coba deh untuk segera memasangkannya with a positive “and”. Misalnya aja ketika kita merasa gagal dalam sebuah tes, kita bisa bilang, “I completely messed up that test.. and I can do better next time. I did my best anyway”. Yap, kita punya kendali terhadap gimana hari kita bakal berjalan kalo kita bisa mengontrol pikiran kita. Inget kalo kita adalah penentu kebahagiaan kita sendiri.

7. SHARE YOUR THOUGHT WITH SOMEONE
Last but not least, coba ceritain deh apa yang ada di kepala kita kepada orang-orang terdekat. Pikiran negatif bisa mendorong kita membuat keputusan yang salah. Makannya pada saat-saat kayak gini, bakal lebih baik bagi kita untuk ‘meminjam’ kepala orang lain yang lebih dingin dan bisa berpikiran lebih jernih. Siapa tau orang yang kita ajak bicara bisa memberikan sudut pandang baru dan solusi yang nggak terpikirkan oleh kita sebelumnya, ya nggak?
Sumber:
http://www.gogirl.id/news/life/7-cara-efektif-mengatasi-pikiran-negatif-di-kepala-kita-d72346.html


Rabu, 28 Februari 2018

Saat Kamu Merasa Gak Punya Teman, Kemungkinan Besar Ini 7 Kesalahanmu!

Februari 28, 2018 0 Comments

Hidup kalau dibawa perasaan terus memang akan selalu saja ditemukan kekurangannya. Bahkan ketika ada orang-orang yang menyayangimu, bisa saja kamu tetap merasa gak punya teman, kalau kamu tenggelam dalam perasaan akibat ditolak atau didiskriminasi seseorang. Bisa jadi kamu memang gak punya banyak teman, bisa jadi kenyataannya gak begitu. Nah, ketika kamu merasa gak punya teman, kemungkinan besar ini 7 kesalahanmu!
1. Kamu gak berusaha paham cerita tentang mereka
             bbc.co.uk
Yang kamu nilai dari mereka adalah bagaimana penampilan mereka dan murni sikap mereka dalam kesehariannya. Kamu dengan cepat menilai temanmu berdasarkan apa yang kamu lihat dan rasa, tanpa berusaha mencari tahu alasan atau kisah hidup mereka.
2. Kamu terlalu sering bercerita tentang dirimu dan kehidupanmu
Saat Kamu Merasa Gak Punya Teman, Kemungkinan Besar Ini 7 Kesalahanmu!
worldradio.ch
Ketika berbincang berdua atau dalam kelompok, kamu terlalu menikmati berbicara tentang dirimu, perasaanmu dan kehidupanmu tanpa memberi ruang yang cukup bagi temanmu untuk menyampaikan dari sisi mereka. Lebih banyaklah bertanya dan mendengar daripada berbicara, berbicaralah utamanya ketika memang penting disampaikan.
3. Kamu merasa lebih baik daripada mereka semua
Saat Kamu Merasa Gak Punya Teman, Kemungkinan Besar Ini 7 Kesalahanmu!
amazon.com
Memang rasa percaya diri perlu untuk memotivasimu dalam beraktivitas, tapi gunakan itu ketika kamu memang perlu memperjuangkan sesuatu. Ketika kamu bersosialisasi, percayalah bahwa setiap orang punya kelebihan masing-masing dan pasti ada yang bisa dipelajari dari mereka. Pahami itu agar orang lain juga bisa menghargaimu.
4. Kamu merasa punya masalah hidup terberat di antara mereka semua
Saat Kamu Merasa Gak Punya Teman, Kemungkinan Besar Ini 7 Kesalahanmu!
avito.ru
Kalau kamu merasa hidupmu berat dan merasa gak ada orang yang paham, kamu gak akan belajar apapun dari masalah hidupmu dan gak akan mendapat solusi berarti dari sudut pandang berbeda. Kamu perlu menyadari bahwa banyak orang di sekelilingmu yang punya masalah lebih berat darimu dan kamu bisa belajar dari mereka, hanya jika kamu gak merasa masalahmu yang terberat.
5. Kamu gak update soal hal-hal yang terjadi saat ini di masyarakat umum
Saat Kamu Merasa Gak Punya Teman, Kemungkinan Besar Ini 7 Kesalahanmu!
dreams.metroeve.com
Jangan heran jika kamu gak mengupdate pemikiran dan pengetahuanmu, maka kamu gak bisa nimbrung dalam guyonan atau bahasan terkini. Itu akan membuatmu dirasa kurang menyenangkan untuk diajak ngobrol dan cenderung dijauhi.
6. Kamu sering merendahkan orang lain dan jarang memuji secara langsung
Saat Kamu Merasa Gak Punya Teman, Kemungkinan Besar Ini 7 Kesalahanmu!
careleader.org
Sugar coating atau memuji orang berlebihan memang kurang menyenangkan dan bikin risih karena gak akan terkesan tulus, lagian segala sesuatu yang berlebihan memang gak baik. Namun kamu tetap perlu sesekali memuji orang secara langsung, agar mereka tahu kamu menghargai mereka atau usaha mereka, sehingga mereka juga bisa menghargaimu.
7. Kamu selalu merasa benar dan jarang minta maaf atau mengerti letak kesalahanmu
Saat Kamu Merasa Gak Punya Teman, Kemungkinan Besar Ini 7 Kesalahanmu!
lonelyplanet.com
Ketika pendapat orang lain lebih bagus dan masuk akal, akuilah dan sampaikan pada mereka. Jangan malu untuk mengakui kesalahan dan belajar dari itu, karena justru itulah sikap orang yang akan dihargai. Setiap kamu meminta maaf sampaikan juga kenapa kamu sadar harus minta maaf agar tulusnya tersampaikan, misalnya, "aku minta maaf karena sudah keliru mengambil tindakan kemarin." Jika kamu mengatakan, "aku minta maaf karena semua yang aku lakukan memang serba salah." itu gak menunjukkan bahwa kamu benar-benar merasa salah dan malah gak dihargai karena kamu seakan gak tahu letak jelas kesalahanmu di mana.
Saat Kamu Merasa Gak Punya Teman, Kemungkinan Besar Ini 7 Kesalahanmu!
flickr.com
Selain 7 faktor di atas, faktor yang paling sering terjadi adalah karena seseorang itu play victim, alias merasa menderita sendiri seakan gak punya teman. Padahal temannya ada banyak, tapi entah kenapa gak dianggap. Setidaknya syukurilah apa yang kamu punya saat ini dan pahami bahwa kalau kamu gak suka diperlakukan hal tertentu oleh orang lain, jangan melakukan hal yang sama pada orang lain. Ingat, hanya diri sendiri yang paling memungkinkan untuk kamu ubah.

sumber:
https://life.idntimes.com/relationship/bayu/alasan-kenapa-kamu-gak-punya-teman/full