sumber foto: universal.org
Ketika kesulitan
datang, pernah nggak sih kita merasa seakan-akan dunia ini nggak adil sama
kita? Atau, ketika seseorang membuat kita kecewa, kita merasa patut menerima
permintaan maaf karena menurut kita orang itu udah berbuat salah? Hati-hati,
cara berpikir seperti itu bisa jadi mengindikasikan kita punya mental playing
victim, alias memainkan peran sebagai korban.
Seseorang yang punya
mental playing victim nggak hanya membuat orang lain selalu
merasa bersalah, tetapi juga memberi dampak buruk buat diri sendiri. Menjadi
seseorang yang playing victim berarti membiarkan diri kita
memendam dendam kepada orang lain dan tenggelam dalam rasa dendam itu tanpa
mendapat solusi.
CIRI-CIRI ORANG YANG
SUKA PLAYING VICTIM
Nggak semua orang
sadar kalo mereka punya kebiasaan playing victim ketika
menghadapi suatu masalah. Oleh karena itu, ada baiknya kita breakdown dulu
ciri-ciri seseorang yang suka playing victim buat tahu apakah
kita termasuk salah satunya atau nggak.
·
Suka Menghakimi Kesalahan Orang Lain.
Ciri paling umum dari
seseorang yang suka playing victim adalah sering menghakimi
tiap kali terlibat dalam suatu masalah dengan orang lain. Baginya, pasti ada
pihak yang salah dan pihak yang nggak salah dalam setiap masalah. Who
is wrong is matter for them. Pihak yang bersalah harus meminta maaf
kepada yang nggak bersalah dan berjanji nggak akan melakukan kesalahan yang
sama. Padahal, dalam suatu masalah, siapa yang bersalah menjadi nggak relevan
ketika kedua belah pihak mampu saling terbuka terhadap perspektif yang
berbeda-beda.
·
Sering Berpikir, ‘Ini Nggak Seharusnya Terjadi’. Ketika seseorang
dengan mental playing victim menghadapi masalah yang lebih
sulit, mereka seringkali menyalahkan keadaan atas apa yang mereka alami. Dengan
menyalahkan keadaan, perasaan mereka memang akan lebih baik. Tapi, kebiasaan
menyalahkan keadaan membuat mereka nggak mampu menganalisis situasi untuk
kemudian mendapat solusi dari apa yang mereka hadapi.
·
Punya Kecenderungan ‘Takut Dikecewakan’. Ada dua kategori
orang yang berkomitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Pertama, orang yang
punya kecenderungan ‘takut mengecewakan’. Kedua, orang yang punya kecenderungan
‘takut dikecewakan’. Ketika masalah yang melibatkan komitmen tersebut menimpa
mereka, orang yang ‘takut mengecewakan’ akan melakukan refleksi terhadap
dirinya sendiri dan melihat apakah mereka sudah cukup kuat menjalani komitmen
itu. Sebaliknya, orang yang ‘takut dikecewakan’ akan berekspektasi tinggi
terhadap komitmen yang dia jalani. Sehingga, ketika ada masalah yang melibatkan
komitmen tersebut, dia akan terlebih dahulu menanyakan seberapa kuat komitmen
orang lain. Dia merasa udah all out buat menjalani komitmen
itu, sehingga dia berekspektasi orang lain melakukan hal yang sama.
·
Memegang Prinsip ‘Semua Hal itu Harus Adil’. Bagi seseorang yang
suka playing victim, semua hal itu harus adil. Ketika kita
sayang banget dan rela melakukan banyak hal demi pacar atau sahabat, mereka pun
harus melakukan sebaliknya. Ketika kita memberi hadiah pada hari ulang tahun
orang tersayang, maka kita juga harus mendapat hadiah pada hari ulang tahun
kita. Kalo kita nggak menerima timbal balik atas apa yang kita lakukan,
maka kita akan merasa nggak adil dan menyalahkan orang lain. Padahal, kasih
sayang bukan soal adil dan nggak adil, bukan?
·
Cenderung Percaya sama Keberuntungan. Bagi beberapa orang
yang suka playing victim, banyak orang yang hidupnya penuh
keberuntungan. Sebaliknya, mereka lebih sering merasa nggak beruntung tiap kali
nggak berhasil mencapai sesuatu. Padahal kita semua tahu, tidak ada yang
namanya murni keberuntungan di muka bumi ini. Kalaupun ada, pasti beriringan
sama usaha yang sudah dilakukan. Orang yang suka playing victim kerap
kali nggak sadar kalo percaya pada ketidakberuntungan sama dengan menyalahkan
keadaan.
CARA KELUAR DARI
KEBIASAAN PLAYING VICTIM
Hal yang paling
menyebalkan dari seseorang yang suka playing victim adalah
kemampuannya membuat orang lain merasa bersalah dan nggak nyaman. Akibatnya,
orang lain yang pernah dijadikan ‘pelaku’ oleh si victim akan
merasa takut kalau-kalau suatu saat dia kembali melakukan kesalahan. Nah,
setelah memahami ciri-ciri tersebut dan sadar kalo ternyata kita pernah atau
sering ber-playing victim, lantas apa yang harus kita lakukan?
·
Sadar kalo Perasaan Nggak Butuh Penghakiman. Ketika kita merasa
kecewa, kita nggak butuh penghakiman atas siapa yang bertanggung jawab terhadap
perasaan kecewa tersebut. Nggak ada gunanya menghakimi siapa yang salah dan
nggak salah dari suatu masalah. Soalnya, perasaan kecewa kita sama sekali nggak
akan mereda hanya karena kita mendapat pengakuan salah dari orang lain. Nggak
ada salahnya juga meminta maaf duluan ketika terlibat suatu masalah, nggak
peduli siapa pihak yang salah. Dengan meminta maaf duluan, kita memancing kedua
belah pihak buat sama-sama introspeksi diri.
·
Sadar kalo Keberuntungan Hanya Faktor Nomor Sekian. Nggak ada yang
namanya keberuntungan di dunia ini, kecuali atas usaha yang udah dilakukan
sebelumnya. Begitu juga dengan ketidakberuntungan. Ketika kita mengalami hal
yang buruk, bukan berarti kita lagi nggak beruntung. Semesta bukannya nggak
berpihak sama kita. Kita harus sadar, sesungguhnya semesta nggak berpihak pada
siapa pun.
·
Jangan Denial sama Perasan Kita Sendiri,
Ekspresiin! Menyalahkan orang lain atas masalah yang menimpa kita adalah
ciri-ciri kalau kita denial sama perasaan kecewa yang kita
rasain. Dengan mendengar pengakuan salah, kita yakin perasaan kita akan sedikit
lebih lega. Padahal, hal terbaik untuk melegakkan perasaan adalah
mengekspresikan perasaan itu sendiri. Ungkapkan kalau kita kecewa dan ungkapkan
cerita dari perspektif kita dengan pikiran terbuka. Dengan begitulah kita bisa
mendengar sudut pandang dan penjelasan dari pihak yang kita anggap ‘salah’
tersebut.
·
Pikirkan Cara Menghilangkan Perasaan Kecewa Itu. Setelah
mengekspresikannya, pikirkan cara terbaik buat meminimalisir perasaan kecewa
tersebut selain dengan playing victim. Entah itu dengan meminta
pihak yang lagi terlibat masalah sama kita buat nggak mengulangi hal yang nggak
kita sukai, menjelaskan dengan baik-baik mengapa kita nggak menyukai hal
tersebut, atau hang out sama pihak tersebut sebagai
upaya bonding dan rekonsiliasi hubungan. Selain meminimalisir
perasaan kecewa, cara-cara ini juga bisa mencegah supaya kita nggak mengalami
kekecewaan yang sama di kemudian hari.
MENGHADAPI TEMEN YANG
PLAYING VICTIM
Dari ciri-ciri yang
disebutin sebelumnya, kita jadi tahu kalo ternyata kita bukan termasuk orang
yang suka playing victim. Tapi, ada salah satu atau beberapa
temen kita yang sering cocok dengan ciri-ciri tersebut. Mereka membuat kita
merasa bersalah dan sangat-sangat nggak enak sama mereka. Akibatnya, kita jadi
malas bergaul dengan mereka karena mereka sering banget membuat kita merasa
menjadi orang jahat yang sering membuat mereka kecewa.
Kalo kita punya temen
kayak gini, hal utama yang perlu kita lakukan adalah jangan
berlarut-larut dengan rasa bersalah kita. Tentu kita tetep harus minta maaf
ketika kita terlibat masalah dengan orang yang playing victim,
tetapi setelah itu lupakan dan jangan ulangi kesalahan yang sama. Hal kedua
yang harus kita lakuin adalah ungkapin sama temen kita itu kalau playing
victim membuat kita merasa nggak nyaman, terlebih kalau kita udah
minta maaf pada kesalahan yang udah kita lakukan. Ketiga, kalau masalah temen
kita itu bener-bener berat, jangan mengiyakan ucapannya ketika dia bilang
‘hidup ini nggak adil!’ atau bertanya ‘apa salahku?’. Sebaliknya, kita bantu
dia mengurai masalah dan mencari solusinya.
Sumber:
http://www.gogirl.id/news/life/hati-hati-jangan-sampe-kita-termasuk-orang-yang-playing-victim-k43821.html
Sumber:
http://www.gogirl.id/news/life/hati-hati-jangan-sampe-kita-termasuk-orang-yang-playing-victim-k43821.html