Follow Us @soratemplates

Senin, 02 April 2018

Korupsi-Korupsi kecil yang sering kita lakukan tanpa sadar

April 02, 2018 0 Comments



sumber foto: shutterstock
Apa yang terlintas di pikiran kita ketika ngedenger kata korupsi? Tentu hal-hal yang berhubungan dengan kejahatan, merampas hak milik orang lain, sama ketidakadilan. Pelakunya, koruptor, identik sama kata ‘tikus’ sejak lagu Tikus-Tikus Kantor dipopulerin sama Iwan Fals. Alesannya, tikus adalah hewan kotor dan perusak, sekaligus jadi hama buat para petani. Belum lagi, belakangan ini publik sempet dibikin heboh sama kasus korupsi KTP elektronik yang dampaknya bisa kita rasain langsung. 
Sadar nggak sih, wujud korupsi ternyata nggak harus hal-hal sebesar penggelapan uang. Pelakunya pun nggak harus pejabat negara yang punya dampak besar ke masyarakat. Tanpa kita sadarin, jangan-jangan kita juga pernah jadi koruptor di keseharian kita. MY Blog! memetakan korupsi-korupsi kecil apa aja yang pernah kita lakuin biar kita nggak mengulang kesalahan yang sama di masa depan. Simak, yuk!

NYONTEK PAS ULANGAN
sumber gif: giphy
Bentuk korupsi kecil yang sering kita denger di kampanye-kampanye cegah korupsi adalah mencontek. Kedengerannya sepele, karena pada beberapa kasus, mencontek justru dianggap sebagai hal lumrah dengan mengatasnamakan solidaritas. Tapi, di balik perilaku mencontek, ada waktu, pikiran, skill, dan tenaga orang lain yang kita korupsi. Nantinya, nilai yang kita dapetin punya value yang sama dengan memakai uang rakyat hasil dikorupsi buat memuhi kebutuhan pribadi.

MENGUTIP TANPA MENCANTUMKAN SUMBER
sumber gif: giphy
Dalam kaidah bahasa Indonesia, pengutipan punya metodenya dan tekniknya tersendiri. Kita wajib mempelajari ini saat mengutip karya orang lain buat kepentingan kita sendiri. Sebagai contoh, kita butuh pernyataan orang lain, cuplikan teori, atau potongan adegan dalam suatu karya fiksi buat dicantumin di tugas makalah kita. Kalo kita nggak nyantumin sumber utamanya, kita sama aja kayak plagiator yang mengakui suatu karya sebagai karya kita. Bukankah itu artinya kita udah mengorupsi buah pemikiran orang lain?

TELAT DATANG PAS JANJIAN
sumber gif: giphy
Jangan remehin pepatah ‘waktu adalah uang’, terutama kalo janjian sama temen di suatu tempat. Apalagi kalo janjiannya dibuat dengan tujuan ngobrolin project kelompok yang lagi digarap. Ketika kita datang telat, kita udah mengorupsi waktu yang dibuang orang lain buat nungguin kita. Bayangin, orang itu bisa aja menghasilkan sesuatu yang produktif selama masa tunggu. Hal produktif yang dia lakuin itu bisa jadi merupakan sesuatu yang menghasilkan uang, iya nggak?

MINJEM UANG TAPI NGGAK DIBALIKIN
sumber gif: giphy
Kalo minjem uang dalam jumlah besar, mungkin kita nggak mungkin nggak mengembalikan uang tersebut ke temen kita. Tapi, kalo kita minjemnya dalam jumlah kecil, kita pasti bakal nganggep itu sebagai hal yang lumrah dan biasa. Misalnya, kita terpaksa minjem uang pecahan seribuan ketika di dompet kita cuma ada uang dalam pecahan besar. Karena cuma seribu, temen kita pun ngerasa nggak enak nagih utang kita. Tapi, coba deh inget-inget seberapa sering kita minjem uang recehan ke temen-temen kita. Kalo semua jumlahnya dikumpulin, mungkin cukup buat beli mie bakso satu porsi.

MINJEM BARANG TAPI NGGAK DIBALIKIN
Suatu hari, kita kepaksa minjem barang ke temen, entah itu buku, pulpen, gunting, flashdisk atau baju. Tapi, karena satu dan lain hal, kita kepaksa harus nunda ngembaliin barang yang kita pinjem tersebut. Saking lamanya nunda, kita sampe lupa mengembalikan barang itu ke temen kita. Ditambah lagi temen kita pun nggak kunjung nagih barang tersebut ke kita, entah karena merasa gengsi atau nggak enak. Lama kelamaan, barang tersebut seolah-olah jadi hak milik kita. Padahal, kita nggak pernah tau cerita di balik kepemilikan barang tersebut. Bisa jadi temen kita udah nabung susah payah buat mendapatkan barang tersebut, atau barang tersebut nyimpen kenangan tersendiri buat dia. Kalo kita nggak mengembalikan , bukankah itu artinya kita udah korupsi dari dia?

MENGANTONGI UANG LEBIH DARI ORANG TUA
sumber gif: giphy
Pas kita keluar rumah, kita dititipin suatu barang sama orang tua. Setelah barang tersebut kita beli, ternyata masih ada sisa dari uang yang dititpin orang tua. Karena jumlahnya nggak banyak, kadang tangan kita suka gatel buat make atau nyimpen uang tersebut. Ya, itung-itung jadi upah kita, deh. Sebenernya tindakan ini nggak salah selama kita bilang jujur ke orang tua kalo uang sisanya kita pake. Tapi, kalo kita nggak bilang bukannya tindakan ini jadi sama kayak ‘memanipulasi’ harga barang titipan tersebut?

BIKIN PROJECT TAPI NGGAK DISELESAIIN
sumber gif: giphy
Ini adalah penyakit yang biasanya dialamin anak-anak muda kreatif zaman sekarang. Punya ide bagus buat menjalankan suatu project, udah merekrut banyak temen buat jadi partner, perencanaan udah mateng, eksekusi udah lebih dari 50%, tapi pada akhirnya project tersebut malah nggak selesai. Project yang dimaksud di sini bisa project sosial, project berkarya, atau bahkan project usaha. ‘Selesai’nya si project ini pun nggak terjadi atas kesepakatan bersama, melainkan alesan-alesan yang sebenernya nggak bisa ditolerir: anggota kelompok yang nggak solid atau jadwal yang susah disamain. Kalo diakumulasiin, kira-kira udah berapa banyak tenaga, pikiran, dan uang yang terbuang percuma kalo kita nyerah sama group project semacam ini?

sumber:
http://www.gogirl.id/news/life/korupsi-korupsi-kecil-yang-seringkali-nggak-kita-sadarin-x68143.html


Sudahkah Kita Berpikir Dua Kali Sebelum Posting di Media Sosial?

April 02, 2018 0 Comments

sumber foto: careythetorch.com
Sangking deketnya hidup kita dengan media sosial (medsos), platform ini udah kayak dunia kedua kita, ya nggak sih? Nggak cuma sebagai tempat curhat dan berbagi kegiatan sehari-hari, medsos juga  jadi tempat kita menjalin komunikasi, berdebat, bahkan membangun citra diri – terutama sebagai sumber utama berbagi dan mendapatkan informasi. So, penting banget bagi kita buat bijak dalam menggunakan media yang satu ini!
Berdasarkan data terbaru Global Digital Report 2018 yang dirilis oleh WeAreSocial dan Hootsuite (seperti dikutip dari goodnewsfromindonesia.id), jumlah pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 132 juta orang. Artinya, setengah atau bahkan lebih dari 50% penduduk kita udah bisa mengakses internet. Nggak cuma itu, Indonesia juga menempati peringkat keempat dunia dalam hal waktu penggunaan internet, di mana masyarakat Indonesia rata-rata menggunakannya selama 8 jam 51 menit setiap harinya.
As expected, penggunaan internet ternyata didominasi oleh aktivitas bersosialisasi di dunia maya, terbukti dengan jumlah pengguna medsos yang mencapai 3,196 miliar di dunia. Di Indonesia sendiri, 49% pengguna internet dinyatakan memiliki akun medsos. Dalam hal pertumbuhan pengguna medsos, negara kita bahkan berada di peringkat ketiga setelah Filipina dan Brazil, menunjukkan betapa banyaknya pengguna platform ini di Indonesia. Well, kita juga pasti adalah salah satu di antaranya kan?
Sharing is caring, tapi apakah segala sesuatunya perlu kita bagikan di medsos? Selain bijak menerima informasi, kita juga harus bijak dalam menyebar informasi lho. Yuk lanjut baca!
KENAPA KITA HARUS BIJAK DALAM MEMPOSTING KONTEN DI MEDSOS?
Kenapa sih penting bagi kita buat bijak dalam memposting konten di medsos? Ini kan medsos gue, suka-suka gue dong mau share apa? Well, sebenernya jawabannya simplesih: demi kita dan orang-orang di sekitar kita.
Kalo berdasarkan materi yang Gogirl! dapet dari Think Before You Share, kampanye yang diadakan atas kerjasama Facebook dengan Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) Foundation dan Do Something Indonesia, ada tiga dampak yang harus kita pikirkan sebelum memposting atau membagikan postingan orang lain di medsos, yaitu:
1. Dampak terhadap diri kita sendiri;
2. Dampak terhadap pihak yang ada di post dan sekitarnya; dan
3. Dampak terhadap pihak yang posting dan sekitarnya.
Yap, sadar nggak kalo selain berdampak buat kita, postingan yang kita sebarluaskan juga bakal membawa dampak ke orang lain? 
Entah itu subjek yang dibahas dalam postingan kita atau orang yang membaca postingan tersebut. Contohnya, dengan menyebarluaskan berita hoax, kita udah merugikan temen-temen atau followers kita dengan memberikan informasi yang salah ke mereka, ya nggak? Bahkan sebelum itu, pertama-tama kita harus memikirkan dulu dampak postingan tersebut buat kita. Misalnya aja, ketika update status tentang gimana beberapa hari belakangan kita pulang malem terus karena kegiatan organisasi di kampus, kira-kira ada yang bisa menyalahgunakan informasi tersebut nggak ya? Jangan-jangan jadi ada orang jahat yang punya ide buat ngapa-ngapain kita.
Makannya kata Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Gogot Suharwoto ketika hadir di acara Think Before You Share, Selasa, 27 Februari lalu, sebaiknya kita pikir dua kali dulu sebelum posting sesuatu di dunia maya. “Pertama, siapa yang diuntungkan dari postingan kita? Lalu siapa yang dirugikan dari postingan kita?,” kata Pak Gogot. Kita juga harus inget kalo segala informasi yang kita bagikan secara online terikat dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), di mana UU ini udah ‘memakan’ banyak banget korban.
Intinya, most of the time sharing is good. Tapi kalo kita nggak berhati-hati dengan konten yang kita bagikan, kita mungkin banget merugikan orang lain, bahkan diri kita sendiri. Inget juga kalo apa yang kita posting berada di bawah hukum dan bisa lanjut dibagikan oleh orang lain. Makanya penting bagi kita buat berpikir sebelum memposting.
SO, APA YANG HARUS KITA PIKIRKAN SEBELUM POSTING?

Masih merujuk pada materi Think Before You Share yang pada tahun 2017 lalu udah diajarkan ke sekitar 11,000 siswa di lebih dari 100 Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jakartaada dua kunci yang harus kita inget dan terapkan dalam beraktivitas di media sosial yaitu berpikir kritis dan empati. Berpikir kritis adalah proses yang dilakukan secara sadar untuk memaknai sekaligus melakukan evaluasi terhadap sebuah informasi berdasarkan pengalaman, keyakinan, serta kemampuan yang kita miliki. Dengan berpikir kritis, kita bisa membedakan informasi yang bener dan nggak bener, relevan dan nggak relevan, serta fakta atau opini. Sedangkan empati kita butuhkan untuk memahami keadaan orang lain tanpa perlu mengalaminya. Dengan mempertimbangkan dampak postingan kita terhadap orang-orang di sekitar, kita bakal lebih bijak dalam membagikannya.
Berpikir sebelum posting kurang lebih adalah perwujudan dari kedua kunci utama ini. Coba deh  praktikan rumus RT2P di bawah sebelum membagikan apapun di medsos kita:
1. RASAKAN
Pertama-tama, coba rasakan:
·         Apakah postingan ini menarik sehingga orang perlu tau?
·         Kira-kira postingan ini bakal membuat orang senang atau sedih?
·         Apakah orang lain bener-bener harus mengetahui hal tersebut?

2. TAHAN
Eits, tahan dulu! Jangan buru-buru ingin membagikannya bahkan kalo menurut kita postingan tersebut penting untuk diketahui banyak orang. Baca dulu step ke-3.

3. PIKIRKAN
Sebelum membagikan informasi, pastikan:
·         Informasi tersebut benar dan valid;
·         Informasi tersebut berasal dari sumber terpercaya;
·         Informasi tersebut senggaknya berasal dari dua sumber;
·         Tanyakan pada ahli atau pihak yang lebih tau apabila kita masih ragu; dan
·         Pikirkan apa dampaknya kalo kita share post tersebut.
Sedangkan ketika menyebarluaskan hal yang bersifat pribadi, tanyakan pada diri kita sendiri:
·         Apakah kita ingin terlihat seperti ini di hadapan orang lain?
·         Apakah orang lain dapat menggunakan informasi ini untuk menyakiti kita?
·         Apakah kita bakal merasa kecewa kalau orang lain menyebarluaskannya?
·         Apa hal terburuk yang bakal tejadi kalo kita menyebarkan hal ini?


4. PUTUSKAN
In the end, setelah mengetahui kebenaran dan paham betul dampak yang ditimbulkan oleh postingan yang mau kita bagikan, keputusan ada di tangan kita. Kita bebas memilih kok, tapi inget ada tanggung jawab dari setiap pilihan kita. Gogirl! yakin sih kalo kita udah berpikir kritis dan berempati dengan menerapkan step-step di atas, kita pasti bisa mengambil keputusan yang tepat.
Sumber:
http://www.gogirl.id/news/life/sudahkah-kita-berpikir-dua-kali-sebelum-posting-di-media-sosial-l04971.html